BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Membangun suatu negara harus dimulai dari bawah, yaitu
mulai
dari
membuat desa terkondisi. Berbicara
tentang pembaharuan desa bukan berarti menghukum desa sebagai terdakwa utama,
melainkan membawa desa pada posisi yang sebenarnya ke dalam konteks desentralisasi dan demokrasi lokal.
Desentralisasi adalah bingkai pembaharuan untuk polahubungan antara desa dengan
pemerintah supradesa (negara), yang kemudian bakal melahirkan kembali otonomi desa.
Demokrasi lokal adalah bingkai pembaharuan terhadap tata pemerintahan desa atau hubungan
antara pemerintah desa, parlemen desa (BadanPerwakilan Desa, BPD) dan
elemen-elemen masyarakat desa yang lebih luas.
Penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa harus
mampu mengakomodasi aspirasi masyarakat, mewujudkan paran aktif masyarakat
untuk turut serta bertanggung jawab terhadap perkembangan kehidupan bersama
sebagai sesama warga desa. Pemerintahan menjadikan desa sebagai pilar utama
pembangunan bangsa, artinya desa yang mandiri dan sejahtera, tentunya
menjadikan bangsa ini, bangsa yang besar dan terhormat di mata dunia.
2.
Rumusan Masalah
·
Apa yang dimaksud dengan Desentralisasi
dan Demokrasi Desa
·
Bagaimana perkembangannya dalam
konteks Pembangunan Desa
3.
Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan agar
pembaca dapat lebih memahami bagaimana pentingnya peran sebuah desa dalam suatu
Negara. Dan dapat bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Wajah Desa
pemerintahan terendah menjadi nama
“desa”, sebagai upaya untuk memudahkan kontroldan korporatisasi terhadap
masyarakat desa. Struktur birokrasi sipil dan militer dirancang secara
hirarkhis dan paralel dari Jakarta sampai ke pelosok desa. Hirarkhi birokrasi
sipil mengalir dari Departemen Dalam Negeri, Propinsi, Kabupaten/Kota,
Kecamatan, dan Kelurahan/Desa. Depdagri adalah pengendali hirarkhi birokrasi
sipil, yang bertanggung jawab pada struktur di atasnya, yakni istana
negara (Presiden). Paralel dengan hirarkhi birokrasi sipil adalah hirarkhi
militer dari Dephankam/Mabes TNI, Kodam di Propinsi,Korem di wilayah pembantu
gubernur, Kodim di Kabupaten/Kotamadya, Koramil diKecamatan, dan Babinsa di
Kelurahan/Desa. Semua ini dimaksudkan untuk menciptakan keamanan, ketahanan,
kerukunan dan ketertiban desa yang terkendali.Kebijakan tersebut sangat efektif
menciptakan stabilitas dan katahanan desa. Tetapi kerugiannya bagi masyarakat
lokal jauh lebih banyak dan lebih serius. Bagi komunitas lokal di luar Jawa, UU
No. 5/1979 merupakan bentuk penghancuran terhadap kearifanlokal, keragaman
identitas lokal, maupun adat-istiadat lokal. UU No. 5/1979 juga meneguhkan
posisi kepala desa sebagai “penguasa tunggal” di desa, yang sekaligus membuat
kepala desa lebih berorientasi ke atas ketimbang sebagai pemimpin desa yang memperoleh
legitimasi kuat di hadapan masyarakat. Akibatnya benturan antara kepala desa dengan
pemimpin adat maupun masyarakat terjadi secara serius.Selain terjadi
negaranisasi (negara masuk desa dan desa dimasukkan ke dalamnegara), di masa
Orde Baru juga terjadi pembangunanisasi (pembangunan masuk ke desadan desa
dimasukkan dalam agenda besar pembangunan) melalui pengenalan konsep pembangunan
desa terpadu sejak 1970-an. Kebijakan pembangunan desa terpadu dilancarkan
melalui gerakan revolusi hijau, program penanggulangan kemiskinan, program Inpres
Desa, maupun program-program bantuan lain. Para kepala desa di zaman OrdeBaru
mengatakan bahwa semua departemen di Jakarta, kecuali Departemen Luar
Negeri,mempunyai program pembangunan di tingkat desa. Orang tidak bisa
menghitung lagiberapa jumlah dana yang dialokasikan ke desa. Semua program
pembangunan desaterpadu ini secara umum dimaksudkan untuk mengangkat derajat
hidup orang desa,mengubah wajah desa yang terpencil, memperbaiki prasarana
fisik desa, membuka aksestransportasi dan transaksi ekonomi, memberikan layanan
dasar bagi orang desa,memerangi kemiskinan dan kebodohan, membuat desa menjadi
modern, dan lain-lain.Secara empirik Orde Baru memang mengukir “cerita sukses”
yang luar bisa dalampembangunan desa. Setelah berjalan selama tiga dekade,
sebagian besar desa-desa diInondesia (kecuali wilayah-wilayah pedalaman di Luar
Jawa), telah berubah wajahnya.Desa jauh lebih terbuka, dengan jalan-jalan yang
mulus, irigasi yang lancar, peneranganlingkungan yang memadai, tersedianya
sarana transportasi yang semakin baik, jalur transaksi ekonomi yang kian
terbuka, tersedianya sarana pendidikan dan kesehatan, danseterusnya. Dengan
kondisi fisik yang semakin baik, maka mobilitas orang desa semakinmudah dan
transaksi ekonomi desa-kota semakin lancar. Akan tetapi, kebijakan pembangunan
desa ini juga mendatangkan kerugian besar. Derajat hidup orang desa
tidak bisa diangkat secara memadai, kemiskinan selalu menjadi penyakit
yang setiap tahundijadikan sebagai komoditas proyek. Masuknya para pemilik
modal maupun tengkulak melalui kebijakan resmi maupun melalui patronase
semakin memperkaya
2.
Desentralisasi dan Demokrasi Desa
Desentralisasi dan demokratisasi
merupakan dua hal yang tak terpisahkan.Sebaliknya demokrasi tanpa disertai demokratisasi
sama saja memindahkan sentralisasi dan korupsi dari pusat ke
daerah/desa.Sebaliknya demokrasi tanpa desentralisasi sama saja merawat
hubungan yang jauh antara pemerintah dan rakyat, atau menjauhkan dari
partisipasi masyarakat.Hal ini sesuai dengan pendapat Larry Diomond, bahwa
tujuan penting desentralisasi adalah mendorong tumbuhnya demokrasi lokal.
Mengingat akan pentingnya hal itu,maka di sini saya mencoba memberikan bagimana
peranan desa diupayakan agar lebih mempunyai peran dalam demkrasi dan
desentralisasi dan berbagai kelemahan-kelemahan dalam tahap implementasinya.
Desentralisasi adalah bingkai
pembaharuan untuk polahubungan antara desa dengan pemerintah supradesa
(negara), yang kemudian bakalmelahirkan kembali otonomi desa. Demokrasi lokal
adalah bingkai pembaharuan terhadaptata pemerintahan desa atau hubungan antara
pemerintah desa, parlemen desa (BadanPerwakilan Desa, BPD) dan elemen-elemen
masyarakat desa yang lebih luas. Persoalan bagaimana menciptakan
kesejahteraan bagi masyarakat, adalah persoalan yang jamak terjadi di institusi
pemerintahan. Perspektif kesejahteraan tentunya mempunyai tingkat yang
berbeda-beda di masing-masing masyarakat. Perspektif kesejahteraan antara
masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan tentu akan berbeda dengan cara
pandang masyarakat yang tinggal di sekitar pedesaan tentang arti kesejahteraan
itu sendiri,
persepektif
kesejahteraan pun akan berbeda dari waktu ke waktu. Faktor teknologi dan
informasi yang berkembang akan mempengaruhi hal ini. Sedangkan
konsep desentralisasi demokratis (democratic
decentralization) merupakan bentuk pengembangan hubungan sinergis antara
pemerintah pusat denganpemerintah lokal dan antara pemerintah lokal dengan
warga masyarakat. Desentralisasi demokratis hendak mengelola kekuasaan untuk
mengembangkan kebijakan, perluasanproses demokrasi pada level pemerintahan yang
lebih rendah, dan mengembangkanstandar (ukuran) yang menjamin bahwa demokrasi
berlangsung secara berkelanjutan. Jikadihadapkan pada pemerintah supradesa
(negara), desa mempunyai hak dan kewenangan,sementara jika dihadapankan kepada
masyarakat, desa mempunyai kewajiban dantanggungjawab.
3.
Perencanaan dalam Pembangunan
Masyarakat Desa
Pembangunan yang dijalankan di desa kebanyakan dilaksanakan secara sepihak tanpa melibatkan
masyarakat sebagai pengambil keputusan. Banyak dari program terdahulu hanya
menyisahkan bangunan dan puing-puing akibat dari tidak adanya rasa memiliki dan
jaminan pemeliharaan.
Berangkat dari situasi dan kondisi masa lalu, pemerintah dengan pelaksanaan
pola sentralistiknya, telah menempatkan desa menjadi bagian yang hanya memenuhi struktur
pemerintahan. Sehingga
banyak desa yang dianggap sebagai (complement)
yang tidak
berdaya, karena
segalanya
ditentukan dari atas. Bahkan segala potensi yang dimilikinya, lebih banyak jadi
pengemis pada pemerintah di atasnya. Desa akan tetap miskin bodoh dan abdi kepada para pejabat di
atasnya yang semakin rakus mengeksploitasi desa.
Namun
perlahan - lahan
mulai terjadi
suatu perubahan yang luar biasa yang diduga sebelumnya. Tumbuh kesadaran akan kekeliruan
tersebut. Terjadi
reformasi besar-besaran, sehingga pola sentralisasi dirombak total, dan pola desentralisasi
yang ditinggalkan, dipacu kembali oleh Undang-Undang Dasar 1945 yang telah diamandemen, kemudian
lahir Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang
direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
yang semangatnya lebih berpihak pada desentralisasi dan demokratisasi.
Selama ini, kebijakan pembangunan di
Indonesia terutama pembangunan desa selalu bersifat top
down dan sektoral dalam perencanaan serta implementasinya tidak
terintegrasi. Hal ini dapat dilihat dari berbagai program
pemerintah yang bersifat sektoral. Perencanaan disusun tanpa melibatkan sektor
yang lain serta pemerintah daerah.
Hal lain yang menjadi permasalahan adalah, tidak
dicermatinya persoalan mendasar yang terjadi di daerah maupun di desa. Sehingga
formulasi strategi dan program menjadi tidak tepat dan salah sasaran. Akibat dari hal tersebut, upaya untuk mengurangi kemiskinan
dan upaya pemerataan pembangunan pun sulit dilakukan. Bahkan data statistik menyebutkan, bahwa ternyata sebagian besar masyarakat
miskin berada di desa. Oleh karena itu, pembangunan sudah sewajarnya difokuskan
di desa sebagai upaya mengatasi kemiskinan.
Pembangunan
selama ini, lebih banyak diarahkan di kota. Sehingga menyebabkan
aktivitas perekonomian berpusat di kota, hal ini yang kemudian menyebabkan
terjadinya migrasi dari desa ke kota secara terus menerus. Masyarakat desa dengan segala
keterbatasan pindah ke kota, mengadu nasib dan sebagian besar dari mereka,
menjadi persoalan besar di kota. Di sisi lain, kondisi di desa tidak tersentuh
pembangunan secara merata, infrastruktur dasar tidak terpenuhi, kondisi ini yang harus segera
diselesaikan melalui strategi pembangunan desa yang tepat dan terintegrasi.
Persoalan bagaimana menciptakan kesejahteraan bagi
masyarakat, adalah persoalan yang jamak terjadi di institusi pemerintahan.
Perspektif kesejahteraan tentunya mempunyai tingkat yang berbeda-beda di
masing-masing masyarakat. Perspektif kesejahteraan antara masyarakat yang
tinggal di daerah perkotaan tentu akan berbeda dengan cara pandang masyarakat
yang tinggal di sekitar pedesaan tentang arti kesejahteraan itu sendiri, persepektif kesejahteraan pun akan
berbeda dari waktu ke waktu. Faktor teknologi dan informasi yang berkembang
akan mempengaruhi hal ini.
Bagaimana menciptakan sebuah
kesejahteraan, tentunya peran yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah melalui
sebuah pembangunan yang menyeluruh, aspiratif dan bottom-up. Pembangunan harus dimulai dari apa yang dibutuhkan
masyarakat terhadap ruang-ruang kehidupan mereka, apa yang dibutuhkan
masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dari pembangunan yang dilakukan.
Pembangunan tentunya lebih banyak
diarahkan kepada masyarakat. Hal ini dimaksudkan bahwa keterlibatan dan peran
masyarakat dalam suatu kegiatan pembangunan, merupakan kunci keberhasilan suatu
program. Dengan adanya partisipasi masyarakat, tentunya memiliki nilai etika
tersendiri, serta memicu sikap dan perilaku memiliki dan menjaga serta memelihara, demi
keberlanjutan pembangunan itu sendiri. Berdasar uraian di atas, tentunya pembangunan
desa secara konkret harus memperhatikan berbagai faktor, diantaranya adalah
pengembangan kapasitas kelembagaan yang ada di desa baik masyarakat maupun pemerintahan desa serta penyediaan
berbagai infrastruktur desa. semua faktor tersebut diperlukan guna
mengimplementasikan dan mengintegrasikan pembangunan desa ke dalam suatu rencana
yang terstruktur.
BAB
III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Desentralisasi adalah bingkai
pembaharuan untuk polahubungan antara desa dengan pemerintah supradesa
(negara), yang kemudian bakalmelahirkan kembali otonomi desa. Demokrasi lokal
adalah bingkai pembaharuan terhadaptata pemerintahan desa atau hubungan antara
pemerintah desa, parlemen desa (BadanPerwakilan Desa, BPD) dan elemen-elemen
masyarakat desa yang lebih luas. Persoalan bagaimana menciptakan
kesejahteraan bagi masyarakat, adalah persoalan yang jamak terjadi di institusi
pemerintahan. Perspektif kesejahteraan tentunya mempunyai tingkat yang
berbeda-beda di masing-masing masyarakat. Perspektif kesejahteraan antara
masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan tentu akan berbeda dengan cara
pandang masyarakat yang tinggal di sekitar pedesaan tentang arti kesejahteraan
itu sendiri,
persepektif
kesejahteraan pun akan berbeda dari waktu ke waktu. Faktor teknologi dan
informasi yang berkembang akan mempengaruhi hal ini. Sedangkan
konsep desentralisasi demokratis (democratic
decentralization) merupakan bentuk pengembangan hubungan sinergis antara
pemerintah pusat denganpemerintah lokal dan antara pemerintah lokal dengan
warga masyarakat. Desentralisasi demokratis hendak mengelola kekuasaan untuk
mengembangkan kebijakan, perluasanproses demokrasi pada level pemerintahan yang
lebih rendah, dan mengembangkanstandar (ukuran) yang menjamin bahwa demokrasi
berlangsung secara berkelanjutan. Jikadihadapkan pada pemerintah supradesa
(negara), desa mempunyai hak dan kewenangan,sementara jika dihadapankan kepada
masyarakat, desa mempunyai kewajiban dantanggungjawab.
Daftar
Pustaka
http://birokrasi.kompasiana.com/2010/09/29/peranan-desa-dalam-desentralisasi-dan-demokrasi-273013.html
Potensi dan Solusi dalam Pembangunan Masyarakat Desa
(Refleksi Program PAMSIMAS Maluku Tengah). Rabu , 31
Oktober 2012 10:10 Oleh
: Jatri Manilet - Fasilitator Kab Maluku Tengah
http://www.scribd.com/doc/71379214/Makalah-Desentralisasi-Dan-Demokrasi-Desa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar